Minggu, 01 Januari 2012

Polisi Aktor Utama Pelanggaran HAM di Aceh





Selama tahun 2011, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia [YLBHI]  Lembaga Bantuan Hukum [LBH] Banda Aceh menerima dan menangani kasus sebanyak 145 Kasus pelanggaran HAM di Aceh. Kamis [29/12].
Hal tersebut di ungkapkan oleh  Direktur LBH Banda Aceh, Hospinovizal Sabri, SH melalui Kepala Divisi Hak Sipil Politik, Syahminan Zakaria SH dalam konperensi pers catatan akhir tahun YLBHI LBH Banda Aceh di Petuah Toe Cafe.

LBH Banda Aceh menilai, Pelanggaran HAM yang terjadi sepanjang tahun ini menunjukkan bahwa Hak Asasi Manusia belum menjadi bagian kerja [Mainstreaming] dari Rezim Pemerintahan Aceh saat ini.
Sepanjang tahun 2011, LBH Banda Aceh mencatat terjadi 60 kasus pelanggaran HAM dengan perincian 41 kasus pelanggaran Hak Sipil Politik dan 19 kasus pelanggaran Hak Ekonomi Sosial Budaya.
Data pelanggaran HAM ini merupakan hasil data base LBH Banda Aceh sepanjang tahun 2011 yang berasal dari 4 kantor yakni, Banda Aceh, Lhokseumawe, Takengon dan Meulaboh.

Mengenai Pelanggaran Hak Sipil Politik yang mendominasi adalah kasus pelanggaran hak kesamaan di depan hukum berjumlah  sebanyak 12 kasus, pelanggaran hak anak 9 kasus, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang berjumlah 6 kasus, pelanggaran hak atas proses peradilan yang adil dan bersih 6 kasus, penyiksaan dan penganiayaan 5 kasus, pelanggaran hak kebebasan berpendapat dan berekspresi 2 kasus, dan pelanggaran hak napi 1 kasus.
Wilayah terbanyak terjadinya pelanggaran hak sipol adalah Banda Aceh dengan 7 kasus, diikuti dengan Meulaboh, Takengon dan Lhokseumawe masing-masing 5 kasus.

Sama seperti catatan akhir  tahun 2010 LBH Banda Banda Aceh lalu, pada tahun ini, polisi masih menjadi aktor utama pelaku pelanggaran hak sipil politik yaitu 20 kasus pelanggaran hak sipol dilakukan oleh polisi, diikuti Pengadilan 5 kasus, Lapas 3 kasus, pemerintah daerah 2 kasus, person/ individu 8 kasus, dan TNI, Kejaksaan, Guru, serta Advokat masing-masing 1 kasus.
Menurut LBH, Ketidak optimalan reformasi polisi ini disebabkan polisi masih melakukan pelanggaran ham dalam melaksanakan tugas pokoknya. Beberapa pelanggaran ham yang dilakukan polisi seperti penyiksaan dalam penyidikan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, eksekusi diluar proses hukum dan melakukan pembiaran perkara.

Lemahnya akuntabilitas dan pertanggungjawaban dalam institusi polisi sendiri merupakan salah satu penyebab polisi menjadi aktor dominan pelanggaran HAM. Ketidakmauan dan ketidakmampuan polisi untuk menindak anggota sendiri menyebabkan tidak adanya pelajaran yang dapat di petik sehingga pelanggaran-pelanggaran HAM masih terus dilakukan oleh polisi.
 


Mengenai kasus Pelanggaran hak Ekonomi Sosial Budaya, LBH Banda Aceh mencatat tahun 2011 terjadi 19, sementara dalam tahun 2010 terjadi 39 kasus pelanggaran hak ekonomi sosial budaya.
 

Pelanggaran hak ekonomi sosial budaya yang dominan selama tahun 2011 adalah sengketa tanah struktural 8 kasus, perburuhan 5 kasus, Mal praktek kedokteran 1 kasus, penelantaran pasien 1 kasus, hak atas pendidikan 2 kasus , hak atas kehidupan yang layak 1 kasus, konflik rumah bantuan korban banjir 1 kasus, dan dugaan penipuan modal usaha bagi petani 1 kasus.
 

Sepanjang tahun 2010 LBH Banda Aceh mencatat Peningkatan kasus Ekosob yang sangat tinggi terjadi pada kasus perburuhan dan masih terjadinya dan berulangnya sengketa tanah struktural sepanjang 2010.
Dalam tahun 2011 LBH Banda Aceh telah memberikan layanan bantuan hukum cuma-cuma. Bantuan hukum Cuma-Cuma [BHC], Bantuan Hukum Cuma-Cuma tersebut berikan kepada kategori tidak mampu ditunjukkan dengan surat keterangan tidak mampu secara ekonomi sehingga yang bersangkutan benar-benar berhak untuk dilayani. Selain itu, dapat pula dilihat dari kemampuan klien untuk membayar advokat berdasarkan pendapatannya.

Sepanjang tahun 2011 tercatat sebanyak 85 kasus Bantuan Hukum Cuma-Cuma [BHC].  Sedangkan tahun 2010 sebanyak 146 kasus BHC yang ditangani LBH Banda Aceh. Jenis kasus bantuan hukum Cuma-Cuma dalam tahun ini terdiri dari kasus perdata, pidana, baik perceraian, penganiayaan, sengketa tanah hak milik, sengketa warisan dan sebagainya. Dalam layanan bantuan hukum 
 BHC, jumlah penerima manfaatnya adalah sebanyak 85 orang yang terdiri dari 56 laki-laki dan 29 perempuan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

biasakan setelah membaca untuk memberikan komentar